Bukan Hanya Kemegahannya Saja, Gunung Semeru Banyak Mengajarkan Tentang Arti Kehidupan
Mendaki bukan hanya perkara perjalanan alam, jauh lebih dari itu, mendaki adalah perjalanan spiritual, perjalanan yang menyatukan jiwa-jiwa manusia dengan alam dan Sang Pencipta. Jika kita ingin sedikit lebih bijak, kepingan pengalaman-pengalaman tak terduga mungkin akan menjadi pengalaman paling berharga dalam hidup. Mendaki gunung sudah seperti sekolah bagi saya. Ilmu yang gunung berikan terlalu banyak.
Mendaki Gunung Semeru adalah kepuasan tersendiri dan menjadi salah satu pendakian yang sangat berkesan bagi saya pribadi. Perjalanan puluhan kilometer membelah hutan, menelusuri urat-urat perbukitan, merasakan teriknya padang savana dan menusuknya udara dingin khas gunung pun terbayarkan dengan pesona Gunung Semeru. Masih tercetak jelas dalam ingatan, bagaimana saya yang waktu itu masih pendaki pemula, bermimpi keras ingin menjejakkan kaki diatap pulau Jawa tersebut. Setelah cukup malang melintang di Gunung-gunung Indonesia lainnya, akhirnya mimpi itu pun terwujud.
Ini pertama kali saya mendaki Gunung Semeru, ketika setelah peralihan musim antara musim hujan dan musim kemarau. Hijau dimana-mana, anggrek liar bermekaran, pinus-pinus menebarkan aroma basah, dan yang paling teringat adalah Verbena yang membentang luas di Oro-oro Ombo. Oro-oro Ombo yang terhampar manis bak karpet ungu membuat saya berdecak kagum. Bulan Mei menjadi waktu yang pas untuk menikmati keindahan Semeru. Dingin menusuk hingga suhunya jatuh ke 0 derajat celcius sampai rumput-rumput di Ranu Kumbolo berlapis Es. Ini sensasi yang sulit saya dapatkan di gunung-gunung lainnya.
Gunung ini memiliki ketinggian 3676 mdpl, menjadikannya gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia. Beragam legenda lahir disini. Beragam puisi dan sastra klasik mengabadikan kisah tentang kemasyuran Mahameru, Puncak abadi para dewa. Salah satu legendanya yang paling populer adalah kisah tentang penciptaan Gunung ini, dimana dalam kitab Tantu Panggelaran yang berbahasa Jawa Tengah dituangkan dalam bentuk prosa menceritakan tentang tanah Jawa yang pada saat itu masih belum stabil atau tidak seimbang, kemudian Batara Guru memberikan titah kepada para Dewa untuk memenggal puncak Gunung Mahameru yang terletak di Tanah Bharatawarsa, di India, untuk dipindakan ke Pulau Jawa. Kemudian para Dewa turun ke bumi dan melaksanakan titah tersebut.
Puncak Gunung Mahameru akhirnya di pindahkan ke Pulau Jawa. Legenda mengenai gunung Semeru ini memberikan banyak gambaran mengenai bagaimana penyebaran ajaran Hindu paham Siwaistis dari tanah India ke Nusantara, khususnya yang terpusatkan di Tanah Jawa. Dan hingga saat ini pengaruh besar pemahaman tersebut masih melekat dalam kepercayaan dan kebudayaan suku Tengger (suku yang mendiami wilayah sekitar Gunung Semeru).
Secara geografis, letak Gunung Semeru berada di dua wilayah administratif, yaitu wilayah Kabupaten Malang dan Lumajang. Akses terdekat dan paling populer berasal dari Malang. Sebelum mendaki gunung Semeru, para pendaki akan berhenti dulu di desa Tumpang, disini mereka akan menyewa truk atau jeep untuk menuju desa Ranu Pane, basecamp pendaki sebelum melakukan pendakian. Tapi saat perjalanan saya menuju basecamp ranu pane ternyata jeep yang kita sewa langsung menuju basecamp ranu pane tanpa melewati pasar tumpang terlebih dahulu.
Sembari menunggu jadwal breafing oleh petugas TNBTS di basecamp Ranu Pane, saya dan teman-teman melengkapi logistik untuk pendakian terlebih dahulu karena ternyata Open Trip yang kita gunakan jasanya hanya menyediakan logistic sedikit. Beragam sayur segar dan bahan lainnya cocok untuk menjadi perbekalan selama pendakian beberapa hari ke depan. Dan yang paling menarik dan membuat saya jatuh cinta dengan desa ini adalah keramahan warganya. Oya sebelumnya saya dan 4 orang teman saya meninap 1 malam di sebuah penginapan di ranupane dengan hanya membayar 10 ribu/orang.
Untuk mendaki Gunung Semeru diperlukan persiapan yang cukup, dimulai dari tenaga yang prima. Olahraga minimal dua minggu sebelum melakukan pendakian wajib hukumnya bagi pendaki yang belum memiliki pengalaman yang cukup. Umumnya pendakian memerlukan waktu tiga hari dua malam perjalanan.
Aroma petualangan sudah mulai tercium ketika menjejakkan kaki di stasiun Malang. Tas carrier besar yang menempel di punggung seolah menjadi simbol persaudaraan tanpa ikatan darah diantara pendaki. Sesampainya di gerbang Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, kita sudah dapat menyaksikan rapatnya pepohonan hijau yang menghampar luas di perbukitan ini. Jurang di kiri-kanan yang menganga lebar menciptakan panorama tersendiri. Tak lama kita dapat melihat perkebunan-perkebunan di desa Ngadas. Kontur tanah yang berbukit dengan kecuraman cukup ekstrem menjadikan perkebunan disini sebagai suguhan lansekap alam yang unik.
Tiba di desa Ranupane,udara dingin menyambut, tak jarang kabut pun sesekali menyapa. Ada hal yang sedikit menggelitik, ketika melihat anak-anak kecil yang bermain di pekarangan rumah dengan jaket tebal dan pipi yang memerah. Perjalanan dari basecamp Ranu Pane menuju camp pertama yaitu Ranu Kumbolo memakan waktu sekitar empat jam. Treknya tidak terlalu menanjak, namun cukup panjang, sekitar 9,5 km. Ketika melakukan pendakian pada bulan April sampai Mei, pendaki dapat melihat anggrek liar yang tumbuh. Lapisan hutan lebat, tanah basah bercampur aroma pinus, anggrek liar yang sedang bermekaran, dan pohon paku berukuran raksasa menambah pesona dan bumbu perjalanan menuju Ranu Kumbolo.
Tibalah kami di Ranu Kumbolo. Kabut tipis mulai datang perlahan. Angin dingin mulai masuk ke dalam jaket. Peralatan camping dikeluarkan satu persatu, kami berbagi tugas. Ada yang mendirikan tenda dan memasak makanan. Setelah tenda didirikan, tiba waktunya menyantap makanan. Mie Goreng menjadi menu makan malam saat itu.
Damai, haru, tenang dan entahlah kata-kata apalagi yang pantas menjabarkan suasana saat itu. Bintang malam itu bak mahkota yang dengan cantiknya memayungi Ranu Kumbolo. Dua bukit diujung sana samar-samar menegaskan siluetnya. Tak lupa hamparan air danau didepan berpadu apik dengan cahaya headlamp pendaki diujung sana.
Paginya, kami terbangun dalam samar guratan garis jingga yang jatuh dipelupuk dua bukit diujung sana. Berkali-kali pujian kepada sang pencipta saya lontarkan. Panorama yang berbulan-bulan ini hanya mampu dilihat dari foto internet kini terpapar jelas didepan mata. Uap-uap dingin air danau didepan saya menambah dinginnya pagi itu.
Setelah momen sunrise usai, kami bergegas merapikan peralatan untuk melanjutkan perjalanan menuju Kalimati. Tanjakan Cinta merupakan trek pertama yang harus dilalui. Cukup menguras tenaga rasanya melewati Tanjakan Cinta ini. Hamparan bunga Verbena berwarna ungu berpadu syahdu dengan bukit-bukit disisinya membuat bibir ini tak henti berdecak kagum. Dan juga, puncak Mahameru yang sedikit menyembul dibalik bukit-bukit memacu semangat.
Perjalanan dilanjutkan menuju Cemoro Kandang. Jalanan yang tadinya datar kini mulai sedikit menanjak. Rerumputan ilalang tumbuh setinggi dada, karena waktu itu vegetasi yang berada di Semeru masih subur setelah ditutup hampir empat bulan lamanya guna memulihkan ekosistem, siklus tahunan. Sekitar 3 jam dari Cemoro Kandang akhirnya kita tiba di padang luas nan gersang, Kalimati. Sebuah kerucut yang teramat raksasa berdiri tegak dihadapan kami. Sesekali ujungnya mengeluarkan asap. Dari sini batas vegetasi antara Arcopodo dan Kelik sangat jelas terlihat. Merinding! Satu kata yang menggambarkan perasaan saya pada saat itu. Malam ini teman-teman saya akan berjuang menuju puncaknya, puncak impian. Sayang sekali, karna saya dan 1 teman saya tidak bisa menginjakkan kaki di Puncak Para Dewa karena memang kondisi yang tidak memungkinkan saat itu.
Jam setengah 12 malam, Akhirnya teman-teman saya yang lainnya melakukan perjalanan summit, saya dan 2 orang teman saya memutuskan untuk mengambil foto milkyway untuk menghilangkan rasa kecewa karna tidak bisa ikut summit. Suhu di Kalimati malam itu tidak sedingin di Ranu Kumbolo sehingga tidak membuat saya terlalu menggigil. Rasa haru dan kecewa muncul ketika melihat deretan lampu yang berbaris rapih berjalan menuju puncak, tapi okelah next time semoga bisa kembali lagi dan bisa menggapi Puncak Mahameru.
Terima kasih, Gunung Semeru. Pendakian kali itu cukup luar biasa. Banyak hal berharga yang bisa dipetik. Perjalanan panjang 42 km berjalan kaki menembus hutan belantara bolak-balik mungkin takkan pernah terlupakan dan menjadi satu dari sekian petualangan yang menarik. Ramah tamah pendaki yang selalu membawa senyum membuat semangat saya terus berkobar, dan satu lagi, buah Semangka yang ada di setiap pos selalu menggoda saya dan memang buah inilah yang menjadi primadona di jalur pendakian gunung Semeru.
Jika ada hal di dunia ini yang menakjubkan selain cinta, mungkin adalah naik gunung. Bersama-sama menjelajahi urat-urat bukit, menyusuri lika-liku hutan, setapak demi setapak menapaki tebing, hingga berpelukan erat bersama sahabat ketika menggapai puncak. Begitupun pelajaran dan pengalaman yang kita dapatkan dari tempat seperti ini, tempat yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Karena mendaki bagi saya bukan hanya sebagai ajang senang-senang, tapi mendaki itu bagian dari mencari pelajaran dan pengalaman dalam hidup. Satu pelajaran hidup yang saya dapat dari pengalaman mendaki gunung yaitu: “Tunduk ketika mendaki, dan tetap tegak ketika turun”
#mahameru #gunungsemeru #exploremalang #pendakihijaber #pendakiindonesia #pendakipemula #pendakigunung #gunung #indonesiamountin #mytrip #traveladdict #ngetripmuluu #trip #traveling #travelers #backpackerindonesia #backpacker #myadventure #adventure #hiking #tour #camping #campingceria #jalanjalan #petualangan #verbena #orooroombo #ranukumbolo